Sabtu, 13 April 2013

Analisis Novel "Siti Nurbaya"


Nah, yang ini merupakan contoh analisis novel yang berjudul Siti Nurbaya karya Marah Rusli . Don't Miss It guys !!!

“ Alangkah indahnya Dunia ini, apabila diselimuti dengan butir-butir kedamaian, ketentraman, kasih sayang dan cinta. Tak ada orang-orang yang mempunyai sifat jahat dan berhati kelicikan, yang dapat merusak kedamaian dan ketentraman serta dapat merugikan orang-orang yang sedang menjalin ikatan kasih sayang dan cinta. Namun Kita harus percaya, orang-orang yang memiliki sifat jahat dan hati yang licik itu, akan menerima akibat yang telah diperbuat olehnya dan pada akhirnya mereka akan lemah dan kalah ”.
            Novel yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya” karya Marah Rusli ini, sangat menarik untuk dibaca oleh berbagai kalangan, karena setelah kita membaca novel ini, kita akan mendapatkan makna-makna baru kehidupan. Novel ini mengangkat tentang kisah cinta yang indah, tentang patriotisme,dan tentang perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.
            Novel ini berceritakan tentang sepasang kekasih yang menjalin ikatan cinta, dan mereka berdua berjanji akan sehidup-semati. Namun kini janji cinta itu, hanyalah sebuah khayalan, setelah tokoh yang bernama Datuk Maringgih memanfaatkan akal jahat dan liciknya, untuk memperistri Sitti Nurbaya kekasih dari Samsulbahri. Awalnya Sitti Nurbaya menolak dan tidak mau, tetapi karena ia tidak tega melihat ayahnya akan dimasukan kedalam penjara oleh sijahat Datuk Maringgih, Akhirnya dengan sangat terpaksa ia pun bersedia menjadi istrinya. Namun isi akhir segala novel ini ialah akhir dalam hidup (kematian). Semuannya berawal dari kejahatan Datuk Maringgih. Pertama, meninggalnya Baginda Sulaeman (ayah Sitti Nurbaya), disusul oleh meninggalnya Sitti Nurbaya dan Sitti Maryam (ibu Samsulbahri). Setelah itu karena pembalasan Samsulbahri kepada Datuk Maringgih, yang akhirnya Datuk Maringgih meninggal. Ia meninggal setelah bertarung dengan Samsulbahri yang pada waktu itu menjadi serdadu (tentara) yang berganti nama Letnan Mas. Namun tak lama, Samsulbahri pun meninggal dunia setelah mendapatkan perlawanan dari Datuk Maringgih yang sudah di tembak dengan pistolnya itu. Akhirnya Sutan Mahmud Syah (ayah Samsulbahri) pun meninggal dunia juga karena hidup dalam kesendiriannya.
            Dalam novel ini juga, kedua tokoh yang bernama Samsulbahri dan Sitti nurbaya bisa dijadikan contoh atau panduan hidup untuk kita. Kita bisa lihat dari kepribadian tokoh Samsulbahri yang mempunyai sifat yang baik hati, berhati mulia, cerdas,dan membela orang yang lemah. Begitu juga dengan tokoh Sitti Nurbaya yang memiliki sifat baik hati, sopan, cerdas dan cantik, selain itu kita bisa lihat bagaimana keputusan yang diambil olehnya, untuk rela dan ikhlas menjadi istri si jahat Datuk Maringgih, karena ia tidak mau sampai ayahnya dimasukan ke penjara olehnya. Namun tokoh yang bernama Datuk Maringgih tidak boleh dijadikan sebagai contoh atau panduan hidup, karena ia memiliki sifat yang sangat buruk sekali, Padahal usianya yang sudah lanjut usia atau bisa di bilang kakek-kakek. kita bisa lihat dengan sifat yang jahat dan licik itu, ia dapat merugikan orang lain, bahkan dirinya sendiri, serta yang ia hanya pikirkan ialah kekayaan, menurutnya barang siapa yang melebihi kekayaannya, ia akan memusnahkannya. Jadi, tokoh yang bernama Datuk Maringgih jangan dijadikan sebagai panduan atau tokoh yang patut di contoh untuk kehidupan kita, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada hambanya yang berbuat jahat kepada sesamanya.
Pengarang mengajak kita, untuk memetik beberapa nilai moral dari novelnya yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya’’ (Kasih Tak Sampai) yang sangat terkenal ini, antara lain :
“Demi orang-orang yang dicintainya, seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja, meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Terlebihnya pengorbanan tersebut demi orang tuanya”.  
“Bila asmara melanda jiwa seseorang, maka luasnya samudera tak akan mampu menghalangi jalannya cinta. Demikian cinta yang murni tak akan padam sampai mati”.
“Bagaimana pun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan keluarga”.
“Menjadi orang tua, hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya karena untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat penyesalan yang tak terhingga”.
“Kebenaran sungguh diatas segala-galanya”.
“Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari persoalan hidup.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar