Nah, yang ini merupakan contoh analisis novel yang berjudul Siti Nurbaya karya Marah Rusli . Don't Miss It guys !!!
“
Alangkah indahnya Dunia ini, apabila diselimuti dengan butir-butir kedamaian,
ketentraman, kasih sayang dan cinta. Tak ada orang-orang yang mempunyai sifat
jahat dan berhati kelicikan, yang dapat merusak kedamaian dan ketentraman serta
dapat merugikan orang-orang yang sedang menjalin ikatan kasih sayang dan cinta.
Namun Kita harus percaya, orang-orang yang memiliki sifat jahat dan hati yang
licik itu, akan menerima akibat yang telah diperbuat olehnya dan pada akhirnya
mereka akan lemah dan kalah ”.
Novel
yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya” karya Marah Rusli ini, sangat menarik untuk
dibaca oleh berbagai kalangan, karena setelah kita membaca novel ini, kita akan
mendapatkan makna-makna baru kehidupan. Novel ini mengangkat tentang kisah cinta
yang indah, tentang patriotisme,dan tentang perjuangan nilai-nilai kemanusiaan.
Novel
ini berceritakan tentang sepasang kekasih yang menjalin ikatan cinta, dan
mereka berdua berjanji akan sehidup-semati. Namun kini janji cinta itu,
hanyalah sebuah khayalan, setelah tokoh yang bernama Datuk Maringgih
memanfaatkan akal jahat dan liciknya, untuk memperistri Sitti Nurbaya kekasih
dari Samsulbahri. Awalnya Sitti Nurbaya menolak dan tidak mau, tetapi karena ia
tidak tega melihat ayahnya akan dimasukan kedalam penjara oleh sijahat Datuk
Maringgih, Akhirnya dengan sangat terpaksa ia pun bersedia menjadi istrinya.
Namun isi akhir segala novel ini ialah akhir dalam hidup (kematian). Semuannya
berawal dari kejahatan Datuk Maringgih. Pertama, meninggalnya Baginda Sulaeman
(ayah Sitti Nurbaya), disusul oleh meninggalnya Sitti Nurbaya dan Sitti Maryam
(ibu Samsulbahri). Setelah itu karena pembalasan Samsulbahri kepada Datuk
Maringgih, yang akhirnya Datuk Maringgih meninggal. Ia meninggal setelah
bertarung dengan Samsulbahri yang pada waktu itu menjadi serdadu (tentara) yang
berganti nama Letnan Mas. Namun tak lama, Samsulbahri pun meninggal dunia
setelah mendapatkan perlawanan dari Datuk Maringgih yang sudah di tembak dengan
pistolnya itu. Akhirnya Sutan Mahmud Syah (ayah Samsulbahri) pun meninggal
dunia juga karena hidup dalam kesendiriannya.
Dalam
novel ini juga, kedua tokoh yang bernama Samsulbahri dan Sitti nurbaya bisa
dijadikan contoh atau panduan hidup untuk kita. Kita bisa lihat dari kepribadian
tokoh Samsulbahri yang mempunyai sifat yang baik hati, berhati mulia,
cerdas,dan membela orang yang lemah. Begitu juga dengan tokoh Sitti Nurbaya
yang memiliki sifat baik hati, sopan, cerdas dan cantik, selain itu kita bisa
lihat bagaimana keputusan yang diambil olehnya, untuk rela dan ikhlas menjadi
istri si jahat Datuk Maringgih, karena ia tidak mau sampai ayahnya dimasukan ke
penjara olehnya. Namun tokoh yang bernama Datuk Maringgih tidak boleh dijadikan
sebagai contoh atau panduan hidup, karena ia memiliki sifat yang sangat buruk
sekali, Padahal usianya yang sudah lanjut usia atau bisa di bilang kakek-kakek.
kita bisa lihat dengan sifat yang jahat dan licik itu, ia dapat merugikan orang
lain, bahkan dirinya sendiri, serta yang ia hanya pikirkan ialah kekayaan,
menurutnya barang siapa yang melebihi kekayaannya, ia akan memusnahkannya.
Jadi, tokoh yang bernama Datuk Maringgih jangan dijadikan sebagai panduan atau
tokoh yang patut di contoh untuk kehidupan kita, karena sesungguhnya Allah
tidak suka kepada hambanya yang berbuat jahat kepada sesamanya.
Pengarang
mengajak kita, untuk memetik beberapa nilai moral dari novelnya yang berjudul
‘’Sitti Nurbaya’’ (Kasih Tak Sampai) yang sangat terkenal ini, antara
lain :
“Demi
orang-orang yang dicintainya, seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja,
meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Terlebihnya
pengorbanan tersebut demi orang tuanya”.
“Bila
asmara melanda jiwa seseorang, maka luasnya samudera tak akan mampu menghalangi
jalannya cinta. Demikian cinta yang murni tak akan padam sampai mati”.
“Bagaimana
pun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi kehidupan
keluarga”.
“Menjadi
orang tua, hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu persoalan hanya
karena untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin berakibat
penyesalan yang tak terhingga”.
“Kebenaran
sungguh diatas segala-galanya”.
“Akhir
dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari
persoalan hidup.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar