SEINDAH
LAGU MARCELL
Sudah hampir 1 jam Gina mondar mandir mengelilingi
kamarnya,gadis ini terlihat sangat gelisah.Berulang kali ia menengok keluar
jendela kecil di sudut kamarnya.
“Aduh,kamu kemana sih?Kok dari tadi gak dateng-dateng.Katanya
mau ngajakin nonton.Keburu bubar dah tuh konser .”Gerutu Gina sambil terus
mondar-mandir yang tak ubahnya seperti sebuah gasing yang tak sabar untuk
menyaksikan konser penyanyi idolanya,Marcell.
Karena lelah menunggu,Gina memutuskan untuk ke rumah
Dion,orang yang selama ini dia tunggu namun tak kunjung datang.
“Ketuk gak yah?”Tanyanya dalam hati.
Belum juga dia mengetuk pintu rumah Dion,matanya langsung
tertuju pada sebuah surat kecil yang terselip di bawah pintu.Tanpa pikir
panjang,Gina langsung membaca surat kecil berwarna pink tersebut.
“Gin,aku
tau kamu pasti bakal kaget pas baca surat ini,tapi maafin aku aku pergi gak
bilang” sama kamu.Aku harus ke Bandung buat lanjutin study aku disana.Take care
yah.”
“Gak,gak mungkin.Kamu Gak boleh pergi.Gaaak.”teriak Gina
dengan mata yang berkaca-kaca seakan tak
percaya kalau teman masa kecilnya itu pergi meninggalkannya.Tanpa pikir panjang
lagi Gina langsung berlari menuju rumahnya untuk mengambil handphone.
“Ayo dong Dion,angkat,aku mau ngomong,please..”Ujar gina yang
mencoba untuk menelpon Dion,namun tak kunjung diangkat.
Keesokan harinya,Gina masih terus berusaha menghubungi Dion
sampai berkali-kali,namun usahanya sia-sia.Dion tetap tak bisa dihubungi.
Malam harinya,Gina yang tampaknya masih tidak bisa menerima
kenyataan tiba-tiba jatuh sakit.Tubuhnya demam dan kadang menggigil.Dia masih
terus berharap kalau Dion akan menghubunginya .Namun harapan itu hanya tinggal
harapan semata,karena tak satupun telepon atupun sms dari Dion yang masuk ke
HP-nya
Seminggu sudah Gina sakit hingga harus dirawat di rumah
sakit.Maag yang selama ini dia derita ternyata sudah sangat parah hingga
menimbulkan peradangan. Dokter pun
mengatakan kalau salah satu faktor yang
menyebabkan penyakitnya semakin parah adalah pikirannya yang kacau hingga membuat kondisi tubuhnya
menurun.
Vivian,
sahabat Gina yang paling mengerti keadaan Gina hanya bisa menatap iba tubuh
sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan
tubuhnya semakin kurus. Vivian sangat mengerti perasaan Gina yang merasa sangat
kehilangan Dion, teman masa kecilnya. Kadang samar-samar dia mendengar Gina
menyebut nyebut nama Dion dalam tidurnya, dan hal itu membuat Vivian menangis,
tak sanggup melihat penderitaan yang dirasakan oleh sahabatnya itu.
“Gin,gimana
udah mendingan?”Tanya Vivian ketika sahabatnya baru saja terbangun.
“Alhamdulillah,Vi
udah agak mendingan dari sebelumnya.Udah gak usah cemas gitu dong.”Jawab Gina
yang masih kelihatan sedikit pucat.
“Kamu
masih mikirin Dion?”
“Maksud
kamu?”
“Dari
kemarin aku dengar kamu memanggil nama Dion berkali-kali saat kamu lagi tidur.
Kamu kepikiran dia lagi?” tanya Vivian cemas
“Gak
kok,lagipula dia udah gak peduli lagi sama aku.” jawabnya, wajahnya terlihat sedih.
“Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
“Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
“Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
“Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Namun,Vivian
mengerti perasaan Gina yang butuh kehadiran Dion di sampingnya.Akhirnya tanpa
sepengetahuan Gina,Vivian menelpon Dion.
“Aku
mohon sama kamu,temuin Gina biarpun cuman sebentar,kamu gak kasihan ngeliat dia
kayak gini sekarang.Diapun kayak gini tuh karena kamu.”Ucap Vivian
“Aku
gak bisa,justru kehadiran aku malah buat dia makin sakit.”Jawab Dion.
“Sekali
aja,mungkin dengan kehadiran kamu kondisinya bakal lebih baik,atau kamu bakalan
nyesel seumur hidup!”paksa Vivian
“Maksud
kamu?emang penyakitnya separah apa?”
“Datang
kesini dan liat sendiri gimana keadaan Gina,atau kamu bener-bener nyesel!”Ujar
Vivian sebelum mengakhiri telepon.
***
Beberapa
hari setelah menerima telepon dari Vivian,Dion memberi kabar bahwa ia telah tiba di Jakarta.Vivian
pun sangat senang dan segera menjemput Dion di bandara dan mengantarkannya ke ruang
ICU di mana tempat Gina harus kembali diperiksa intensif oleh dokter.
Sesampainya
di depan ruang ICU,Dion yang hanya bisa mengintip di pintu ruang ICU terdiam melihat
kondisi Gina.Selang infuse terpasang
ditangannya,matanya terpejam, sebuah surat kecil berada erat dalam genggamanya.
“Dia
masih simpan surat dari kamu dan berharap kamu akan nemuin dia kembali,dan itu yang
membuat Gina bertahan sampai sekarang.”Ucap Vivian sambil melihat ke arah Gina.
“Sekarang,kita cuman bisa berdoa buat
kesembuhan Gina.”Ujar Vivian yang tampak sedih mengatakan hal itu pada Dion.
Setelah
beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk
ruangan itu dan melihat kondisi Gina yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin
pucat dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum sekaligus bingung saat
melihat Vivian dan Dion.
“Dion,kenapa
kamu ada di sini?aku pikir kamu udah gak peduli lagi sama aku?”Ucap Gina lirih
karena berusaha menahan tangis yang sudah tertahan di pelupuk matanya saking
tak percayanya.
“Vivian
yang nelpon aku buat datang ke sini. Kamu jangan ngomong gitu,kalo aku udah gak
peduli lagi sama kamu,aku gak bakalan mungkin ada di sini,di samping kamu.”Jelas
Dion
“Iya
Gin,sekarang Dion udah ada di sini, bukannya itu yang kamu mau?Kamu harusnya
seneng dong.”Tambah Vivian.
Gina
terdiam sejenak sambil menghela napas panjang, lalu………………..
“Dion,kamu
ingat kan lagu kesukaan aku?”Kata Gina setengah berbisik.
“Iya,lagunya
Marcell kan?Kenapa emangnya?”
“Aku
mau kamu nyanyiin lagu itu buat aku sebagai ganti nonton konser yang gak jadi
waktu itu..”
“Nanti
saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Dion.
“Aku
mau denger sekarang.Aku capek ,Di.Aku mau istirahat nanti,dan aku mau lagu itu
nemenin tidur aku.”
“Nyanyiin
aja.”Sahut Vivian.
“Ya
Udah,kita nyanyi sama-sama yah.”
‘Meski waktu datang dan berlalu sampai kau
tiada bertahan,semua takkan mampu mengubahku,hanyalah kau yang ada
direlungku,hanyalah dirimu,mampu membuatku jatuh dan mencinta , kau bukan hanya
sekedar indah , kau tak akan terganti.’
Perlahan
mata Gina terpejam dan akhirnya tertidur. Tapi bukan tidur biasa, karena
monitor yang menunjukkan gerakan jantung Gina perlahan berhenti, hingga
akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi pergerakan grafik
detak jantung Gina. Vivian yang dari tadi menggenggam tangan Gina merasa tangan
Gina perlahan melepas genggamannya.
Mereka
terus memanggil Gina, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah
mengatakan kalau Gina tak tertolong lagi. Air mata seperti tak bisa berhenti
mengalir dari mata Vivian dan Dion. Mereka tidak menyangka, Gina yang mereka
kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
“Udahlah,mungkin
ini udah jalan terbaik buat Gina dari Tuhan.Tapi aku yakin kok,Gina akan tenang
di alam sana, karena kamu udah nemenin dan bahagiain dia didetik-detik terakhir
menjelang kepergiannya.”Kata Vivian yang mencoba untuk tegar sambil menyeka air
mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya.
Dion
hanya mengangguk menahan kesedihannya.
Sebelum
meninggalkan ruang ICU,untuk yang terakhir kalinya Dion kembali melihat wajah pucat Gina.
“Selamat
Jalan Gina.Semoga kamu tenang di alam sana.Dan aku janji meski kita jauh,kamu
gak akan pernah bisa terganti oleh siapapun,sesuai judul lagu Marcell yang
sekarang telah menemani tidurmu menuju surga .”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar